Rabu, 16 November 2011

Kurus-korban media


kami  adalah perempuan yang takut gemuk....
dalam statistik kami adalah  ada ribuan bahkan jutaan malah puluhan juta dari 7 miliar penduduk dunia yang takut gemuk

jadi begitulah....
kami adalah pecinta timbangan badan sejati
pecinta rubrik kesehatan untuk mengukur kalori
pil-pil dan teh diet..
pecinta senam, qym, fitnes club
dan kolam renang
beberapa dari kami bahkan terjebak dengan muntahan setiap habis makan,
rumah sakit karena kurang gizi akibat anoreksia


yang jarang kami sadari adalah:
kami ini sexy....
memang bukan ranting berjalan
maupun tulang belulang dalam balutan fashion
tapi kami ini termasuk dalam kategori 'menggiurkan...'-begitulah kata lelaki
dalam kamus hidup kami dari 0-sekarang
kami ini tidak pernah gemuk
ada yang bilang kami ini ..............
ada yang bilang montok
ada yang bilang sintal
ada yang bilang seksi juga......
how ever....
seksi yang harus seperti ranting dan tulang belulang itu hanyalah kata media
hanyalah kata mereka yang 'melihat' tapi tidak 'merasakan'

belajarlah untuk mencintai diri sendiri
I AM PRETTY
I AM SEXY











Kamis, 03 November 2011


Tentang PRT





ada yang liat tv one gak semalem?....
seru debat dan diskusi tentang PRT (Pekerja rumah tangga) begitulah mereka menghaluskan istilah tersebut.
namun, orang tetap saja memandang PRT itu, pembantu, jongos, pesuruh, babu atau budak. apapun istilah mereka.

aku membayangkan seandainya aku jadi majikan dari PRT yang nggak mudheng bahasaku, jangankan bahasa jawa, bahasa arab, bahasa inggris bahkan bahasa isyarat internasional aja mereka nggak bisa. bisanya bahasa tarzan....aku pasti stress kalo jadi majikan mereka.

aku membayangkan kalo aku jadi majikan dari PRT yang tidak menutup aurat mereka, melenggak lenggok di depan suamiku dan para tamu.

aku membayangkan jadi majikan dari PRT yang mendingan ngumpet di kamar mandi dari pada kusuruh-suruh...holoh pasti aku pusing banget.

aku membayangkan jadi majikan dari PRT yang kalo kutitipin anakku dia malah sibuk sms-an, pacaran, dll sampai anakkku kecemplung bak mandi.

padahal itu aku atau kita, sama-sama orang Indonesia, harus menghadapi PRT dari Indonesia juga.
Kita dibuat pusing oleh budaya sebagian PRT kita.
apalagi orang malaysia, arab, hongkong dll.
yang punya sistem kerja lebih keras dan disiplin ketimbang kita.
yang punya budaya beda dengan kita.
yang punya nilai-nilai sosial dan agama yang beda dengan kita.
sangat wajar kalo mereka bingung punya PRT orang Indonesia.
saking bingung n jengkelnya akhirnya terjadilah aksi kekerasan

sudahlah, cari sumber devisa lain saja.
atau cari daerah pengirimkan lokal..di kalimantan, PRT minta gaji 1,5jt. gak pake paspor, agen dll. dimalaysia cuma 1,6jt. beda 100rb perbulan tapi dg administrasi dan potongan seabrek abrek n resiko yang seabrek abrek juga.

lagian...ngirim kok tenaga kerja untuk dijadiin jongos...bikin hancur nama Indonesia saja.
tahukah anda, kalo Indonesia lebih terkenal sebagai negara jongos daripada negara dengan beribu pesona wisatanya?.

Nasib negeri ini berbanding lurus dengan kemampuan kita menahan diri


Musim penerimaan siswa baru
tetanggaku sibuk nyari sekolahan untuk anaknya
demi masuk sekolah favorit
dengan tanpa malu si ibu koar-koar berapa duit yang dia keluarkan
untuk melicinkan jalan si anak yang sebenarnya nggak mampu

Musim penerimaan pegawai
sang ayah sudah menyiapkan segebung uang
agar anak menjabat di kursi yang bisa dibeli

Musim pemilihan
ada sibuk cari posisi jadi politisi
yang hanya tahu politik menghancurkan
menyingkirkan negarawan brilian

lihatlah jadinya negeri ini
dipimpin oleh orang-orang yang memaksakan diri
merasa mampu
cuma merasa saja.....(padahal enggak...)
akhirnya kebodohan mereka menghabiskan warisan
yang seharusnya untuk cucu dan cicit mereka

bagaimana mereka mengajarkan kejujuran pada anak-anak mereka
bila mereka tidak bisa jujur?
bagaimana mereka menasehati anak-anak mereka untuk tidak bohong
padahal mereka pembohong?
bagaimana mereka mengingatkan anak-anak mereka untuk tidak mencuri?
padahal mereka memberi penghidupan keluarga mereka dengan mencuri.

menghabiskan setiap inci hutan demi mengisi pundi-pundi mereka sendiri
menandatangani perijinan membuka tambang harus pakai upeti...
mengijinkan kapal asing menghabisi seluruh ikan hingga nelayan lokal gigit jari
membekingi perusahaan asing yang mengeruk kekayaan negeri ini

kata mereka, cukup istigfar maka dosa akan terhapus (ada hadistnya neeh)
kata mereka hanya dengan sholat 4 rakaat sblm dan sesudah dhuhur maka neraka diharamkan menyentuh mereka. (ada hadistnya juga....)
kata mereka, kalo bisa bangun masjid maka nggak dosa kalo korupsi....(yg ini ngarang bangeddd)
bila kata mereka benar.....
bila kata mereka benar....
bila kata mereka benar....
???????????

kalaupun mereka benar ya Allah
jangan biarkan aku tergoda mengikuti mereka
jangan jadikan aku salah satu orang yang berbuat kerusakan di muka bumi

by Trista Km on Saturday, July 2, 2011 at 7:56am


Rabu, 19 Oktober 2011

Palangkaraya Kalimantan Tengah

Aku, jelas nggak bakal bercerita soal letak geografis or segala sesuatu yang bisa kalian di peta, wikimapia or ensiklopedia. aku akan bercerita tentang Palangkaraya- Kalimantan Tengah dari sudut pandangku, sebagai pendatang baru di Palangkaraya...


so ..go on

Beda Tanah


Pertama ke Pky, serasa berlibur ke pantai. habis di mana mana pasir putih, nyaris nggak kutemui tanah merah yang di kayak di Semarang.

Karena tanah berupa pasir, ada beberapa yang aku notice karenanya, antara lain:
  1. Suara jadi lebih keras: meskipun jarak antara kamar dengan jalan lumayan jauh kurang lebihnya 8-14 meter, tapi setiap suara terdengar jelas, langkah kaki, suara motor, anjing kejar-kejaran..sepertinya suara itu persis di depan rumah, di Semarang yang jarak kamar dan jalan cuma 3 meter nggak gitu-gitu amat.bisa jadi karena tanah pasir lebih berongga, sehingga suara tersalur lebih cepat tanpa teredam sementara di Semarang tanahnya padat sehingga meredam suara yang ada.

  2. Pohon-pohonnya....beda!. Beda hijau dan terutama beda kerimbunannya...kok di Pky, pohonnya kurus-kurus ya?, he he habis yang ndut-ndut udah ditebangi semua. beberapa tanaman sayur yang tumbuh juga beda, ada bayam yang warnanya hijau pucat ada yg hijau juga, karena aku bukan ahli botani, aku nggak bisa memutuskan apakah mereka beda species atau kurang gizi

  3. Banyak E'ek guk guk...ya jelas, di jawa aja, guk-guk, tikus, pus senengnya e'ek di pasir..kalo di PKy tanahnya pasir semua, jadi mereka jadi bebas merdeka e'ek di mana mana

  4. Selokan..saluran air??? di Semarang, banyak saluran air, tapi pada mampet n tergenang. di sini, saluran airnya nggak gitu teratur, untungnya tanahnya dari pasir, air lebih cepat masuk ke dalam tanah. tapi nggak tahu kalo musim ujan ntar.


Beda Belanja

Katanya beda harga antara Jawa-palangkaraya ini nggak beda jauh daripada Jawa - Irian, tapi nggak apa-apa kalo kita bahas dikit.Karena letak geografisnya yang jauh dari laut or muara, jadi transportasi ada beberapa pilihan, setelah dari laut ke darat (pake truk) atau pesawat. karena hal ini bisa jadi beberapa barang diPky harganya lebih tinggi.
  1. sayuran jelas, harga jauh lebih mahal daripada Semarang, bisa 5 kali lipat, di sana seikat sawi 500 rupiah, di sini seikat sawi 1000rupiah tapi isinya cuma sepersepuluhnya. Di Semarang sayur sop standar(kentang,kol,wortel,daun bawang n daun seledri) juga 500 rupiah, di sini 5000 rupiah. Beberapa bahan memang ada yang ditanam disini, tapi harganya tetap mahal, hal ini dikarenakan biaya perawatan di tanah gambut or tanah pasir lebih mahal daripada tanah vulkanik.

  2. Ikan laut, harganya memang nggak beda jauh jauh amat, kalo di Semarang udang besar sekilo 24 rb, disini 35rb tapi yang beda mutunya. karena dekat laut, di Semarang ikan laut jauh lebih segar, sedang di sini, sudah menempuh perjalanan jauh, aku bahkan pernah menemukan(membeli) udang yang udah di kaporit..langsung aku kasih kucing, ternyata kucingnyapun nggak doyan. ikan yang lain juga gitu....bagi penggemar berat seafood kayak aku, ini adalah cobaan berat.

  3. Ikan sungai maupun ikan hasil perkembangbiakan juga lebih mahal, bukan kenapa kenapa tapi antara demand n supply nggak seimbang. yang ternak dikit, yang nangkap ikan dikit tapi yang makan banyak (Pky sebagaian besar penduduknya adalah pegawai)

  4. Hampir semuanya 1-2x lebih mahal

  5. Kecuali kalo ketipu, bisa berpuluhkali lebih mahal. karena meskipun sudah bentuknya toko n ada label harganya, menawar adalah hal wajar dilakukan. untuk seorang yang nggak bisa nawar kayak aku,pasrah aja deh....aku udah berkuali-kuali ketipu, rugi baik materiil maupun spritual (alias gondok).

  6. Belilah barang yang mereknya sudah dikenal untuk menjamin mutunya : misal: pilihlah Bigland untuk springbed, jangan coba2 milih yg tanpa merek atau merek palsu. 
  7. kalau di Jawa, barang2 produk Unilever-Lion atau merek besar lain bisa jadi lebih mahal dari produk lainnya. kalo di Palangkaraya, harga tsb bedanya sangat tipis, mahal kadang sama. hal ini terjadi karena barang2 produk unilever lebih kuat dalam distribusi sehingga dapat menekan biaya pengiriman, sampai Pky, jadinya lebih murah. 
Beda  Suku beda Bahasa

Kalo di Jawa, berapa bahasa yang lazim digunakan?....
ada bahasa Jawa dan bahasa Indonesia.

Di Palangkaraya ada 4 bahasa: 
Bahasa Indonesia (bahasa persatuan)
Bahasa Jawa (untuk komunitas Jawa : 30%)
Bahasa Dayak  (untuk komunitas Dayak: 30%)
Bahasa Banjar (untuk komunitas Banjar: 40%)
Komunitas yang banyak adalah adalah orang Banjar, sebenarnya mereka termasuk dalam sub suku Dayak, yang berasal dari Kalimantas Selatan. tapi mereka cenderung menyebut diri mereka bukan orang Dayak, hanya karena orang dayak mayoritas adalah non muslim, dan orang banjar mayoritas muslim.

Setiap suku membawa ciri khasnya masing-masing
Orang Banjar merupakan orang-orang pesisir dengan keahlian berdagang, orang-orangnya cenderung keras,  sangat teliti soal uang dan kuat dalam hal agama.

Orang Jawa lain lagi, mereka memang terkenal sebagai suku perantau. mereka bersedia melakukan segala macam pekerjaan, mulai bertani-berdagang-maupun menjual jasa. keahlian mereka dapat beradaptasi dan sifat kerja keras mereka membuat suku tersebut menjadi salah satu suku yang persebaran merata di Indonesia. 

Orang Dayak, yang merupakan suku asli kalimantan, merupakan suku yang cinta damai dan anti konfrontasi, kecuali bila dalam keadaan yang sangat memaksa (ingat peristiwa kerusuhan Sampit dan Sambas). mereka merupakan suku yang tidak 'ngoyo' dan menikmati hidup. kebanyakan mereka bekerja sebagai pegawai pemerintah, di pedalaman mereka bekerja sebagai nelayan, penyadap karet atau kegiatan suku peramu lainnya. 

Dengan berkembangnya Palangkaraya , banyak pernikahan antar suku sehingga budayanya pun telah bercampur baur. sering kali menghasilkan campuran yang aneh-aneh.
contohnya:
rasa masakan yang aneh: bukan jawa-bukan banjar-bukan dayak. untuk merasakan ini saya sarankan anda berkunjung sendiri di sini. 
bahasa yang campur aduk: pencampuran antara bahasa Indonesia-bahasa jawa- bahasa banjar dan bahasa dayak.

Tentang Sekolah dan Daya saingnya
sekolah negeri mayoritas diisi oleh penduduk asli atau orang Dayak. 
orang Jawa dan Banjar dengan alasan religi cenderung Madrasah (MIN, MTS dan MAN).
Masih sangat sedikit lembaga pendidikan lainnya. 
banyaknya pekerjaan justru menjadikan sedikitnya persaingan. sangat mudah untuk mendapat pekerjaan, sangat sulit untuk mendapatkan pekerja yang setia, amanah dan dapat di andalkan. 
Beberapa perusahaan swasta besar cenderung memilih pekerja orang jawa-atau dari jawa. dengan alasan mereka sangat kompetitif dan mampu bekerja di bawah tekanan.
tersedia banyak sekali peluang...bagi anda yang pekerja keras, dapat membaca peluang dan cinta damai  saya persilahkan untuk berkemas dan merantau ke sini.

sebenarnya ada banyak hal tentang Palangkaraya....tidak ada cukup jutaan kata-kata.  semoga cuplikan ini membuat anda sedikit lebih mengenal palangkaraya.






KORUPSI salah siapa?

Siapa sih yang paling realisitis untuk disalahkan dalam segala permasalahan negeri ini. terutama korupsi?

apakah pemerintah?.... bukankah pemerintah merupakan sebuah institusi yang terdiri dari jiwa-jiwa yang seharusnya memiliki nurani?. dan pula pemerintah kita merupakan pesanan blueprint dari negara-negara adidaya. mereka tidak akan berdaya dengan apapun yang terjadi selama hegemoni berkuasa.
apakah penegak hukum?...bukankah penegak hukum juga manusia yang seharusnya memiliki nurani?
apakah orang tua?, apakah tempat kita belajar?....
semua ikut andil dalam bobroknya negeri ini, digeroroti dengan rakus oleh korupsi.

Kita flashback sebentar tentang Indonesia.
Negeri dengan 250 juta jiwa. semua jiwa-jiwa ini kita asumsikan semua beragama. 0,00000001% mungkin atheis, tapi tetap punya KTP dengan salah satu agama nasional kita di dalamnya.

250 juta jiwa tersebut pasti pernah datang ke masjid atau gereja , menghadiri pengajian atau mendengar pengajian dari televisi atau dari manapun. lantas kenapa kajian-kajian agama tersebut, pengajian-pengajian tersebut. tidak memberi dampak terhadap penurunan jumlah korupsi di negri kita?.

Jawabannya adalah....
para pemuka agamanya atau pemimpin pengajiannya tidak pernah berhasil menanamkan kebencian terhadap korupsi pada peserta pengajiannya.

malah banyak dari ulama dan pemuka tersebut yang mendukung korupsi. sadar maupun setengah sadar.
contoh nih:
1. ada bakal calon bupati/walikota mau ikut pilkada, mereka nyumbang duit buat bangun pesantrennya. kenapa ulama tersebut tidak mempertanyakan asal duit tersebut?. dan apa tujuan mereka jadi bupati atau walikota yang gaji sesungguhnya gak ada 10 juta perbulan sampai mereka rela mengorbankan duit bermilyar2 demi jadi bupati/walikota/politisi?.
2. ada polisi/penegak hukum  yang bakal pindah tugas, lantas menghibahkan segala macam kepemilikannya untuk pihak masjid atau kegiatan keagamaan lainnya. kenapa ulamanya tidak menolak, padahal tahu gaji polisi juga 'segitu-gitu' doang. impossible bisa beli sebuah Land Rover padahal baru 3 tahun jadi polisi. (kalo alasannya ortunya kaya atau punya bisnis lain...dilihat lagi dong asal bisnisnya....)
3. ada ustad yang sangat menanamkan sedekah dalam setiap kajiannya, karena dengan sedekah pada harta tidak akan berkurang malah berlipat ganda. tapi ustad tersebut tidak pernah menanamkan unsur ikhlas dalam bersedekah, dan tidak pernah menanamkan bahwa uang yang disedekahkan juga harus uang halal. alhasil, jadilah yayasan ustad tersebut berjaya....dengan uang dari para koruptor...
4. Banyak sekolah, yayasan keagamaan yang senantiasa bersenang hati bila mendapatkan sumbangan dari pihak-pihak (orang tua murid juga termasuk) yang terlihat track recordnya bahwa mereka adalah koruptor...bahkan tidak segan-segan mereka mengajukan proposal minta uang haram pada para koruptor tersebut.
5. banyak ulama/ustad/ atau pemuka agama apapun bersedia menerima uang dari pihak2 yang tidak jelas asal usul uangnya demi mengembangkan tempat ibadah maupun lembaga pendidikan agama. para pemuka agama seringkali membawa embel-embel bahwa sedekah tersebut membersihkan uang haram tersebut.

bro and sis...tidak ada uang haram yang bisa dicuci lantas jadi halal. bahkan dengan money laundry sekalipun. segala yg asalnya haram tetap akan jadi haram. tidak akan mengurangi dosa-dosa karena panjenengan sami mendapatkan uang tersebut dari mendholimi mahluk lain.

Aduhai pak ustad, ulama, pendeta, or siapapun anda...bukankah moralitas bangsa ini berada dipundak kalian semua.
lantas bagaimana kalian berbangga bila masjid, gereja, pesantren dan sekolah anda dibangun dari uang hasil pendholiman terhadap mahluk lain???
bila kalian mau menerima uang dari pihak2 yang berkorupsi dan mendholimi pihak lain tersebut....jelas hal tersebut adalah legalisasi terhadap korupsi
bahkan kalian meminta uang ataupun fasilitas lain dari mereka....jelas anda melegalisasi korupsi.

jadi, saya pribadi, tidak akan menyalahkan amerika, pemerintah, penegak hukum atau apapun itu. yang paling bisa disalahkan dalam hal ini jelas para pembina moral, akhlak dan nurani yang tidak paham TUPOKSI nya ini sebagai tulang punggung sekaligus ujung tombak untuk jadi hati nurani umatnya menjadi umat anti korupsi.


 


Kamis, 22 September 2011

Pendidikan utk buah hati kita...

PENDIDIKAN HOLISTIK

Fakta: Banyak dari kemampuan yang kita perlu dan kita mampu lakukan untuk bertahan hidup, menghadapi tantangan dan akhirnya mencapai kesuksesan bukan berasal dari apa yg kita pelajari semasa kita sekolah.

1. TUJUAN PENDIDIKAN HOLISTIK

a. Menyiapkan peserta didik untuk dapat menghadapi tantangan kehidupan dan juga masalah akademis. Mengingat zaman sudah berubah, maka pendidikan juga harus berubah.

b. Penting bagi anak untuk belajar tentang:

- Dirinya sendiri: anak mengenali dirinya, bakatnya dan potensinya

- Hubungan Sosial yang sehat: contoh: anak usia dini sangat tidak dianjurkan untuk mengikut lomba, karena anak harus diajarkan untuk bersinergi dan bukan berkompetisi

- Belajar pengembangan social

- Belajar Tahan banting, hal ini sangat penting untuk kemandirian, kesabaran, kesungguhan dan kemampuan untuk bangkit kembali setelah terjatuh.

- Belajar untuk menikmati keindahan ciptaanNya, ketakjuban dan mengalami hubungan dengan RabbNya, sehingga anak akan senantiasa bersyukur dan selalu mencinta MahlukNya.

2. MENGAPA PENDIDIKAN HOLISTIK

a. Karena keunggulan akademis sudah tidak mencukupi

b. Karena terjadi banyak sekali kekerasan dalam bentuk fisik, psikologis dan emosional. Hal tersebut terjadi karena pendidikan karakter tidak diajarkan. Sehingga pendidikan karakter sangat urgen

c. Sikap Negatif terhadap belajar. Anak seringkali belajar karena terpaksa atau karena motivasi yang salah. Solusinya anak harus ditumbuhkan motivasi internal sehingga anak senang belajar. Anak dapat belajar kapan saja, di mana saja dan dengan siapa saja.

d. Meningkatnya persaingan dalam kehidupan social, sehingga anak harus memiliki kemampuan khusus , kemampuan tersebut harus di upgrade.

e. Selama ini anak belajar namun tidak bermakna, sehingga penanaman nilai dan makna harus lebih ditekankan.

3. APA YANG DIBUTUHKAN ANAK? (bukan apa yang diinginkan orang tua)

a. Anak perlu belajar akademis karena tuntutan dunia modern

b. Anak perlu mengenal dirinya agar menghargai dirinya dan memiliki harga diri positif.

c. Anak perlu belajar bersosialisasi karena ini adalah sumber kebagahian dan tidak dapat diberikan, melainkan harus dilatih

d. Anak perlu mengelola emosinya karena emosinya dapat berpengaruh positif maupun negative terhadap melejitnya potensi anak. Anak memiliki inisiatif

e. Sikap tahan banting (tidak manja, mandiri dan tidak mudah menyerah) sangat penting untuk mengatasi kesulitan , menghadapi tantangan dan untuk kesuksesan di masa yang akan datang

f. Anak harus memaknai bahwa semua ciptaanNya tidak ada yang sia-sia. Hal ini berdampak bahwa anak akan menghargai mahluk lain, meskipun sangat remeh (semut, ulat), dia juga akan menghargai teman-temannya yang berbeda.

g. Anak harus dapat melihat dan merasakan ketakjuban ciptaan Allah Swt. Merasakan nikmat iman sehingga kehidupan kita terasa sejuk dan berisi.

4. ANAK YANG SIAP DIGAMBARKAN SBB:

a. Percaya diri, ramah dan mampu membangun hubungan baik dengan teman sebayanya.

b. Mampu berkonsentrasi dan terus bertahan terhadap tantangan yang diberikan

c. Mampu berekspresi secara efektif (senang-sedih-marah-frustasi). Member pengertian pada anak melampiaskan emosinya secara benar.

“Boleh marah, tapi tidak berteriak sayang..coba ceritakan kenapa kamu marah?”

“Boleh bersenang-senang tapi tidak dengan berpesta ya…”

d. Mampu menyimak instruksi dan memberikan perhatian

si bolang takut pulang

SI BOLANG TAKUT PULANG

Hapeku berbunyi lagi, bergetar-getar dulu, baru bersuara.aku Cuma melirik sekilas untuk melihat siapa yang menelfonku sepagi ini, mengganggu acara tidur seusai subuhku saja.

Tapi melihat nama yang tertera dilayar, sepertinya aku tidak boleh mengabaikan si penelpon pagi ini.

Aku angkat telfonnya.

“Assalammuaikum…..”sapaku malas-malas dengan suara bangun tidurku, yang kuharap tidak terlalu seksi terdengar.

“Malandau sampai jam segini…..”gerutu si penelfon, “wa alaikum salam” barulah dia menjawab salamku kemudian.

“Elok….liburankah?” tanyanya.

Maksudnya liburan ditempatku mengajar. jelas bukan liburan tempatku kuliah, karena aku sedang menyelesaikan tugas akhir, liburan semester tak ada maknanya lagi…karena sepanjang semester ini aku sudah libur karena mata kuliahku hanya tersisa 2, itupun karena aku harus mengulang mengingat dosen-dosen itu dengan pelitnya memberiku nilai D dan E di mata kuliah mereka.

“Iya Yah” dengan berat kubenarkan pertanyanya si penelpon, yang adalah Ayahku, teroris abad ini….ya…bagiku dia adalah teroris yang menerorku untuk selalu pulang selama beberapa bulan terakhir ini.

“Pulang am….”katanya.

“masih ada pekerjaan Yah” jawabku.

“Skripsimu kah?...bagaimana skripsimu?” tanyanya.

Oh..mamamia…ini adalah pertanyaan yang lebih menakutkan dari pada terror….”iya Yah, aku masih kejar-kejar dosen untuk acc proposal…”

“oh astaga….ikam bahkan belum seminar proposal?.....”

Ya…..ternyata mengejar dosen tidak semudah mengejar mas-mas tukang bakso yang lewat didepan kos, sementara teman-temanku satu persatu sudah mulai skripsi, ada yang seminar skripsi dan bahkan sudah ada yg masuk list wisuda Juli ini, aku masih terkatung-katung di langkah pertama….mengejar dosen untuk acc proposal.

Perihal skripsi ini pula yang membuatku tidak punya muka untuk pulang kampong dan menghadap ayah tercinta.

Padahal betapa rindunya aku pada Lamandau…ehm..bagi yang belum tahu Lamandau, Lamandau adalah kota kecil di daerah Kalimantan Tengah, berjarak hampir sehari perjalanan darat dari ibu kota Kalteng PalangkaRaya. Bisa juga dijangkau dengan speed, kalau air sedang tidak surut. Please check wikimapia.

Betapa rindunya aku pada sungainya, sungai Lamandau, sungainya berwarna coklat membawa lumpur,di tepiannya kadang berwarna hitam membawa unsure organic dari daun-daun yang membusuk dari hutan. Sedikit beriak karena tidak terlampau dalam di beberapa tempat, pada musim-musim tertentu airnya hanya sepinggang orang dewasa.

Sungai Lamandau tercintaku, tempat aku menghabiskan masa kecil dan remajaku yang gilang gemilang.

Masa kecil di mana aku biasa terjun bebas dengan riang di airnya yang coklat, terjun setengah telanjang dengan bebas….ha ha ha …tolong jangan bayangkan aku telanjang seperti itu, anak perempuan memakai baju dalamnya, saat beranjak remaja dan dewasa para gadis dan ibu-ibu memakai kain sedada saat turun ke sungai.

Masa kecil saat aku dan teman-teman memancing ikan, mengangkat buluh maupun menangguk ikan saat sungai sedang surut di musim kemarau.

Masa kecil dimana aku melihat ayah menyeret seekor ikan belida BESARRRR, sebesar seekor rusa. Saat ini ikan belida sudah sangat langka, untuk mendapat ikan belida seukuran lengan orang dewasa adalah sangat beruntung.

Aku khawatir bila anak-anakku tidak bisa lagi menikmati ikan belida…dan bahkan cucuku hanya melihatnya dalam gambar. Mengingat besarnya perusakan hutan dan pembukaan hutan untuk perkebunan sawit yang sangat besar ini, merusak segala keragaman hayati di seluruh Kalimantan.

Bahkan burung gerejapun tidak lagi bertengger di depan rumahku setahun lalu saat aku pulang, dan semakin aku jarang menjumpai kunang-kunang yang terbang riang dimalam hari.

Salah seorang temanku yang cantik sering kali bilang bahwa tidak akan lama lagi Kalimantan akan menjadi gurun seperti halnya Nigeria di Afrika. Aku belum pernah meninggalkan pulau ini kecuali ke Bali saat karyawisata. Jadi aku belum dapat membandingkan apapun diluar pulau ini.

Namun Bunda Prabu, demikian aku menyebut temanku yang cantik itu…mengatakan: berbeda dengan pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi yang memiliki gunung berapi, di mana letusan gunung tersebut menyediakan banyak unsure hara yang tak ada habisnya bagi tanah sehingga tanah akan selalu subur setelah dieksploitasi. Kalimantan tidak punya letusan gunung, bila hutan dibabat habis, maka habislah cadangan makanan dan air didalam tanahnya (yang adalah tanah gambut).

Pembabatan hutan dilanjutkan oleh penanaman tanaman sejenis semisal sawit, yang monoculture sangat mengeksploitasi tanah dan menghabiskan unsure-unsur hara dalam tanah dengan sangat cepat.

“Mungkin ketika cicit kita bercucu” kata Bunda Prabu,” yang tersisa dari Kalimantan ini hanya pasir” (tanah dikalimantan bukan tanah merah seperti di Jawa, tapi pasir putih seperti di Kuta), dan saat ini sudah dimulai.

Dan kenapa aku jadi ikut-ikutan Bunda Prabu, mengkhawatirkan bahwa cucu dari cicitku akan kekeringan dan kelaparan seperti anak-anak gurun pasir di Nigeria?.

Bukankah aku seharusnya mengkhawatirkan skripsi…dan mengkhawatirkan aku kan diomelin Bunda Prabu karena aku telat lagi masuk kerja….oh lala…jam 6.15….!

Hup!, aku meloncat turun dari kassurku yang tidak bersprei dan menyambar handuk. dengan putus menyadari bahwa aku harus ngantri di kamar mandi…dan mengutuki bahwa aku sebenarnya sudah bangun dari tadi, bisa mandi dari tadi, tapi aku lebih senang melamun di kasur daripada bangun dan mandi.

Seperti biasa, Bunda Prabu menyambutku dengan senyum cerahnya yang manis, semanis bingka yang kumakan pagi ini sebelum sarapan. Ya…meskipun suka ngomel-ngomel Bunda Prabu memang memiliki kepribadian menarik, yang membuat orang senantiasa mau dekat…dan bersedia menebalkan telinga untuk diomelin.

“Melandau lagikah??? Sepanjang bulan ini absensimu merah semua…” gerutunya sambil tersenyum. Aneh, kenapa kalo yang ngomel Bunda Prabu jadi terlihat seksi, sementara kalo yang menegurku kepala sekolah jadi terlihat seperti disaster ?.

Aku nyengir… memasang wajah melas sekaligus manja. “Iya am….gimana dong bu…”sahutku berusaha bermanis-manis.

Bunda Prabu menaikan hidungnya ke atas, gaya mencibirnya yang khas. “ya…kesalahanmu ini bisa bu Elok tebus, kalo bu elok mengajakku pulang ke Lamandau..ya ya ya..ajak aku pulang ya??” seketika gaya judesnya berganti dengan gaya merajuk.

Bunda Prabu, memang backpacker sejati, meskipun terlihat imut di usia yang ke 31 tahun, dia adalah orang yang doyan merambah ke tempat-tempat yang tidak ada dalam peta wisata Indonesia.

“Elok tidak pulang bu….” Sahutku.

“HaiyaH!” dia melemparkan tangannya ke atas dengan sebal. “kapan lagi memangnya kita ada kesempatan?. Semester depan Bu elok sudah mundur dari sini, semester depannya lagi aku pulang ke Jawa saat liburan, dan semester depan-depannya lagi suamiku mungkin sudah dipindah lagi entah ke mana…hiks…jangan-jangan aku tidak akan menginjak tanah lamandau…”

Aku tidak memahami kesedihannya dan kemarahannya karena tidak bisa main ke Lamandau, karena toh, aku pasti pulang. Ini hanya menunda pulang.

Aku toh akan pulang begitu ada kejelasan soal skripsiku.

Untuk bertemu Ayah, Ibu, Kebun karetku dan sungai Lamandau-ku. Untuk mencebur dengan riang di sana meskipun diikuti puluhan pasang mata karena aku mencebur lengkap dengan kerudung yang panjang.

Untuk melihat senyum ayahku dan omelan Ibuku, yang lebih jago ngomel daripada Bunda Prabu….but anyhow…aku toh sayang dengan orang-orang yang ngomelin aku.

Aku menatap mata Bunda Prabu, dengan sedikit penyesalan.

“Maaf bu…” kataku pelan. “Tapi aku takut pulang….”

****End On This-25/8/2011. Tks to Ita.*****

Ket:

Malandau/melandau : kesiangan

…am : serupa dengan:…..dong. (akhiran dalam bahasa Mendawai-suku dayak di

Lamandau)

Bingka : makanan sejenis serabi, manis dan dibakar di oven atau tungku, khas

daerah Banjarmasin

ikam: kamu

buluh : perangkap ikan = lukah.

Menangguk : mengambil ikan dg keranjang saat air surut.

\

Rabu, 29 Juni 2011

Http://pondokibu.com/parenting/tumbuh-kembang-anak/anak-anak-karbitan-sebuah-renungan-untuk-orang-tua/

anak-anak karbitan

anak-anak yang digegas menjadi cepat mekar cepat matang cepat layu…

Pendidikan bagi anak usia dini sekarang tengah marak-maraknya. Dimana mana orang tua merasakan pentingnya mendidik anak melalui lembaga persekolahan yang ada. Mereka pun berlomba untuk memberikan anak-anak mereka pelayanan pendidikan yang baik.taman kanak-kanak pun berdiri dengan berbagai rupa, di kota hingga ke desa. Kursus-kursus kilat untuk anak-anak pun juga bertaburan di berbagai tempat. Tawaran berbagai macam bentuk pendidikan ini amat beragam. Mulai dari yang puluhan ribu hingga jutaan rupiah per bulannya. Dari kursus yang dapat membuat otak anak cerdas dan pintar berhitung, cakap berbagai bahasa, hingga fisik kuat dan sehat melalui kegiatan menari, main musik dan berenang. Dunia pendidikan saat ini betul-betul penuh dengan denyut kegairahan. Penuh tawaran yang menggiurkan yang terkadang menguras isi kantung orangtua …

Captive market !

Kondisi diatas terlihat biasa saja bagi orang awam. Namun apabila kita amati lebih cermat, dan kita baca berbagai informasi di intenet dan lileratur yang ada tentang bagaimana pendidikan yang patut bagi anak usia dini, maka kita akan terkejut! Saat ini hampir sebagian besar penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak usia dini melakukan kesalahan. Di samping ketidak patutan yang dilakukan oleh orang tua akibat ketidaktahuannya!

Anak-anak yang digegas…

Ada beberapa indikator untuk melihat berbagai ketidakpatutan terhadap anak. Di antaranya yang paling menonjol adalah orientasi pada kemampuan intelektual secara dini. Akibatnya bermunculanlah anak-anak ajaib dengan kepintaran intelektual luar biasa. Mereka dicoba untuk menjalani akselerasi dalam pendidikannya dengan memperoleh pengayaan kecakapan-kecakapan akademik dl dalam dan di luar sekolah.

Kasus yang pernah dimuat tentang kisah seorang anak pintar karbitan ini terjadi pada tahun 1930, seperti yang dimuat majalah new yorker. Terjadi pada seorang anak yang bernama william james sidis, putra seorang psikiater. Kecerdasan otaknya membuat anak itu segera masuk harvard college walaupun usianya masih 11 tahun. Kecerdasannya di bidang matematika begitu mengesankan banyak orang. Prestasinya sebagai anak jenius menghiasi berbagai media masa. Namun apa yang terjadi kemudian ?

James thurber seorang wartawan terkemuka. Pada suatu hari menemukan seorang pemulung mobil tua, yang tak lain adalah william james sidis. Si anak ajaib yang begitu dibanggakan dan membuat orang banyak berdecak kagum pada bcberapa waktu silam.

Kisah lain tentang kehebatan kognitif yang diberdayakan juga terjadi pada scorang anak perempuan bernama edith. Terjadi pada tahun 1952, dimana seorang ibu yang bemama aaron stern telah berhasil melakukan eksperimen menyiapkan lingkungan yang sangat menstimulasi perkembangan kognitif anaknya sejak si anak masih benapa janin. Baru saja bayi itu lahir ibunya telah memperdengarkan suara musik klasik di telinga sang bayi. Kemudian diajak berbicara dengan mcnggunakan bahasa orang dewasa. Setiap saat sang bayi dikenalkan kartu-kartu bergambar dan kosa kata baru. Hasilnya sungguh mencengangkan! Di usia 1 tahun edith telah dapat berbicara dengan kalimat sempurna. Di usia 5 tahun edith telah menyelesaikan membaca ensiklopedi britannica. Usia 6 tahun ia membaca enam buah buku dan koran new york times setiap harinya. Usia 12 tahun dia masuk universitas.

Ketika usianya menginjak 15 lahun la menjadi guru matematika di michigan state university. Aaron stem berhasil menjadikan edith anak jenius karena terkait dengan kapasitas otak yang sangat tak berhingga. Namun khabar edith selanjutnya juga tidak terdengar lagi ketika ia dewasa. Banyak kesuksesan yang diraih anak saat ia mcnjadi anak, tidak menjadi sesuatu yang bemakna dalam kehidupan anak ketika ia menjadi manusia dewasa.

Berbeda dengan banyak kasus legendaris orang-orang terkenal yang berhasil mengguncang dunia dengan penemuannya. Di saat mereka kecil mereka hanyalah anak-anak biasa yang terkadang juga dilabel sebagai murid yang dungu. Seperti halnya einsten yang mengalami kesulitan belajar hingga kelas 3 sd. Dia dicap sebagai anak bebal yang suka melamun.

Selama berpuluh-puluh tahun orang begitu yakin bahwa keberhasilan anak di masa depan sangat ditentukan oleh factor kognitif. Otak memang memiliki kemampuan luar biasa yang tiada berhingga. Oleh karena itu banyak orangtua dan para pendidik tergoda untuk melakukan “early childhood training”. Era pemberdayaan otak mencapai masa keemasanmya. Setiap orangtua dan pendidik berlomba-lomba menjadikan anak-anak mereka menjadi anak-anak yang super (superkids). Kurikulum pun dikemas dengan muatan 90 % bermuatan kognitif yang mengfungsikan belahan otak kiri. Sementara fungsi belahan otak kanan hanya mendapat porsi 10% saja. Ketidakseimbangan dalam memfungsikan ke dua belahan otak dalam proses pendidikan di sekolah sangat mencolok. Hal ini terjadi sekarang dimana-rnana, di indonesia… .

“early ripe, early rot…!”

Gejala ketidakpatutan dalam mendidik ini mulai terlihat pada tahun 1960 di amerika. Saat orangtua dan para professional merasakan pentingnya pendidikan bagi anak-anak semenjak usia dini. Orangtua merasa apabila mereka tidak segera mengajarkan anak-anak mereka berhitung, membaca dan menulis sejak dini maka mereka akan kehilangan “peluang emas” bagi anak-anak mereka selanjutnya. Mereka memasukkan anak-anak mereka sesegera mungkin ke taman kanak-kanak (pra sekolah). Taman kanak-kanak pun dengan senang hati menerima anak-anak yang masih berusia di bawah usia 4 tahun. Kepada anak-anak ini gurunya membelajarkan membaca dan berhitung secara formal sebagai pemula.

Terjadinya kemajuan radikal dalam pendidikan usia dini di amcrika sudah dirasakan saat rusia meluncurkan sputnik pada tahun 1957. Mulailah “era headstart” merancah dunia pendidikan. Para akademisi begitu optimis untuk membelajarkan sains dan matematika kepada anak sebanyak dan sebisa mereka (tiada berhingga). Sementara mereka tidak tahu banyak tentang anak, apa yang mereka butuhkan dan inginkan sebagai anak.

Puncak keoptimisan era headstart diakhiri dengan pernyataan jerome bruner, seorang psikolog dari harvard university yang menulis sebuah buku terkenal “the process of education” pada tahun 1960, la menyatakan bahwa kompetensi anak untuk belajar sangat tidak berhingga. Inilah buku suci pendidikan yang mereformasi kurikulum pendidikan di amerika. “we begin with the hypothesis that any subject can be taught effectively in some intellectually honest way to any child at any stage of development”.

Inilah kalimat yang merupakan hipotesis bruner yang di salahartikan oleh banyak pendidik, yang akhirnya menjadi bencana! Pendidikan dilaksanakan dengan cara memaksa otak kiri anak sehingga membuat mereka cepat matang dan cepat busuk…

Early ripe, early rot!

Anak-anak menjadi tertekan. Mulai dari tingkat pra sekolah hingga usia sd. Di rumah para orangtua kemudian juga melakukan hal yang sama, yaitu mengajarkan sedini mungkin anak-anak mereka membaca ketika glenn doman menuliskan kiat-kiat praktis membelajarkan bayi membaca.

Bencana berikutnya datang saat arnold gesell memaparkan konsep “kesiapan-readiness” dalam ilmu psikologi perkembangan temuannya yang mendapat banyak decakan kagum. Ia berpendapat tentang “biological limitations on learning”. Untuk itu ia menekankan perlunya dilakukan intervensi dini dan rangsangan inlelektual dini kepada anak agar mereka segera siap belajar apapun.

Tekanan yang bertubi-tubi dalam memperoleh kecakapan akademik di sekolah membuat anak-anak menjadi cepat mekar. Anak -anak menjadi “miniature orang dewasa”. Lihatlah sekarang, anak-anak itu juga bertingkah polah sebagaimana layaknya orang dewasa. Mereka berpakaian seperti orang dewasa, berlaku pun juga seperti orang dewasa. Di sisi lain media pun merangsang anak untuk cepat mekar terkait dengan musik, buku, film, televisi, dan internet.

Lihatlah maraknya program teve yang belum pantas ditonton anak-anak yang ditayangkan di pagi atau pun sore hari. Media begitu merangsang keingintahuan anak tentang dunia seputar orang dewasa. Sebagai seksual promosi yang menyesatkan. Pendek kata media telah memekarkan bahasa. Berpikir dan perilaku anak lumbuh kembang secara cepat.

Tapi apakah kita tahu bagaimana tentang emosi dan perasaan anak? Apakah faktor emosi dan perasaan juga dapat digegas untuk dimekarkan seperti halnya kecerdasan? Perasaan dan emosi ternyata memiliki waktu dan ritmenya sendiri yang tidak dapat digegas atau dikarbit. Bisa saja anak terlihat berpenampilan sebagai layaknya orang dewasa, tetapi perasaan mereka tidak seperti orang dewasa. Anak-anak memang terlihat tumbuh cepat di berbagai hal tetapi tidak di semua hal. Tumbuh mekarnya emosi sangat berbeda dengan tumbuh mekarnya kecerdasan (intelektual) anak. Oleh karena perkembangan emosi lebih rumit dan sukar, terkait dengan berbagai keadaan, cobalah perhatikan, khususnva saat perilaku anak menampilkan gaya “kedewasaan “, sementara perasaannya menangis berteriak sebagai “anak”.

Dampak berikutnya terjadi… ketika anak memasuki usia remaja. Akibat negatif lainnya dari anak-anak karbitan terlihat ketika ia memasuki usia remaja. Mereka tidak segan-segan mempertontonkan berbagai macam perilaku yang tidak patut. Patricia 0′ brien menamakannya sebagai “the shrinking of childhood” lu belum tahu ya… bahwa gue telah melakukan segalanya”, begitu pengakuan seorang remaja pria berusia 12 tahun kepada teman-temannya. “gue tahu apa itu minuman keras, drug, dan seks ” serunya bangga.

Berbagai kasus yang terjadi pada anak-anak karbitan memperlihatkan bagaimana pengaruh tekanan dini pada anak akan menyebabkan berbagai gangguan kepribadian dan emosi pada anak. Oleh karena ketika semua menjadi cepat mekar…. Kebutuhan emosi dan sosial anak jadi tak dipedulikan! Sementara anak sendiri membutuhkan waktu untuk tumbuh, untuk belajar dan untuk berkembang, …. Sebuah proses dalam kehidupannya !

Saat ini terlihat kecenderungan keluarga muda lapisan menengah ke atas yang berkarier di luar rumah tidak menuliki waktu banyak dengan anak-anak mereka. Atau pun jika si ibu berkarier di dalam rumah, ia lebih mengandalkan tenaga “baby sitter” sebagai pengasuh anak-anaknya. Colette dowling menamakan ibu-ibu muda kelompok ini sebagai “cinderella syndrome” yang senang window shopping, ikut arisan, ke salon memanjakan diri, atau menonton telenovela atau buku romantis. Sebagai bentuk ilusi rnenghindari kehidupan nyata vang mereka jalani.

Kelompok ini akan sangat bangga jika anak-anak mereka bersekolah di lembaga pendidikan yang mahal, ikut berbagai kegiatan kurikuler, ikut berbagai ies, dan mengikuti berbagai arena, seperti lomba penyanyi cilik, lomba model ini dan itu. Para orangtua ini juga sangat bangga jika anak-anak mereka superior di segala bidang, bukan hanya di sekolah. Sementara orangtua yang sibuk juga mewakilkan diri mereka kepada baby sitter terhadap pengasuhan dan pendidikan anakâanak mereka. Tidak jarang para baby sitter ini mengikuti pendidikan parenting di iembaga pendidikan eksekutif sebagai wakil dari orang tua.

Era superkids

Kecenderungan orangtua menjadikan anaknva “be special” daripada “be average or normal” sernakin marak terlihat. Orangtua sangat ingin anak-anak mereka menjadi “to exel to be the best”. Sebetulnya tidak ada yang salah. Namun ketika anak-anak mereka digegas untuk mulai mengikuti berbagai kepentingan orangtua untuk menyuruh anak mereka mengikuti beragam kegiatan, seperti kegiatan mental aritmatik, sempoa, renang, basket, balet, tari ball, piano, biola, melukis, dan banyak lagi lainnya…maka lahirlah anak-anak super—”superkids”. Cost merawat anak superkids ini sangat mahal.

Era superkids berorientasi kepada “competent child”. Orangtua saling berkompetisi dalam mendidik anak karena mereka percaya ”earlier is better”. Semakin dini dan cepat dalam menginvestasikan beragam pengetahuan ke dalam diri anak mereka, maka itu akan semakin baik. Neil posmant seorang sosiolog amerika pada tahun 80-an meramalkan bahwa jika anak-anak tercabut dari masa kanak-kanaknya, maka lihatlah…ketika anak-anak itu menjadi dewasa, maka ia akan menjadi orang dewasa yang ke kanak-kanakan!

Berbagai gaya orangtua

Kondisi ketidakpatutan dalam memperiakukan anak ini telah melahirkan berbagai gaya orangtua (parenting style) yang melakukan kesalahan -”miseducation” terhadap pengasuhan pendidikan anak-anaknya.

Elkind (1989) mengelompokkan berbagai gaya orangtua dalam pengasuhan, antara lain:

Gourmet parents à (ortu b0rju). Mereka adalah kelompok pasangan muda yang sukses. Memiliki rumah bagus, mobil mewah, liburan ke tempat-tempat yang eksotis di dunia, dengan gaya hidup kebarat-baratan. Apabila menjadi orangtua maka mereka akan cenderung merawat anak-anaknya seperti halnya merawat karier dan harta mereka. Penuh dengan ambisi!

Berbagai macam buku akan dibaca karena ingin tahu isu-isu mutakhir tentang cara mengasuh anak. Mereka sangat percaya bahwa tugas pengasuhan yang baik seperti halnya membangun karier, maka “superkids” merupakan bukti dari kehebatan mereka sebagai orangtua.

Orangtua kelompok ini memakaikan anak-anaknva baju-baju mahal bermerek terkenal, memasukkannya ke dalam program-program eksklusif yang prestisius. Keluar masuk restoran mahal. Usia 3 tahun anak-anak mereka sudah diajak tamasya keliling dunia mendampingi orangtuanya. Jika suatu saat kita melihat sebuah sekolah yang halaman parkirnya dipenuhi oleh berbagai merek mobil terkenal, maka itulah sekolah dimana banyak kelompok orangtua “gourmet ” atau- kelompok borju menyekolahkan anak-anaknya.

College degree parents (ortu intelek). Kelompok ini merupakan bentuk lain dari keluarga intelek yang menengah ke atas. Mereka sangat pcduli dengan pendidikan anak-anaknya. Sering melibatkan diri dalam barbagai kegiatan di sekolah anaknya. Misalnya membantu membuat majalah dinding, dan kegiatan ekstra kurikular lainnya. Mereka percaya pendidikan yang baik merupakan pondasi dari kesuksesan hidup. Terkadang mereka juga tergiur menjadikan anak-anak mereka “superkids “, apabila si anak memperlihatkan kemampuan akademik yang tinggi.

Terkadang mereka juga memasukkan anak-anaknya ke sekolah mahal yang prestisius sebagai buku bahwa mereka mampu dan percaya bahwa pendidikan yang baik tentu juga harus dibayar dengan pantas.

Kelebihan kelompok ini adalah sangat peduli dan kritis terhadap kurikulum yang dilaksanakan di sekolah anak anaknya. Dan dalam banyak hal mereka banyak membantu dan peduli dengan kondisi sekolah
gold medal parents à (ortu selebritis). Kelompok ini adalah kelompok orangtua yang menginginkan anak-anaknya menjadi kompetitor dalam berbagai gelanggang. Mereka sering mengikutkan anaknya ke berbagai kompctisi dan gelanggang. Ada gelanggang ilmu pengetahuan seperti olimpiade matematika dan sains yang akhir-akhir ini lagi marak di indonesia. Ada juga gelanggang seni seperti ikut menyanyi, kontes menari, terkadang kontes kecantikan. Berbagai cara akan mereka tempuh agar anak-anaknya dapat meraih kemenangan dan menjadi “seorang bintang sejati “. Sejak dini mereka persiapkan anak-anak mereka menjadi “sang juara”, mulai dari juara renang, menyanyi dan melukis hingga none abang cilik kelika anak-anak mereka masih berusia tk.

Sebagai ilustrasi dalam sebuah arena lomba ratu cilik di padang puluhan anak-anak tk baik laki-laki maupun perempuan tengah menunggu di mulainya lomba pakaian adat. Ruangan yang sesak, penuh asap rokok, dan acara yang molor menunggu datangnya tokoh anak dari jakarta. Anak- anak mulai resah, berkeringat, mata memerah karena keringat melelehi mascara mata kecil mereka. Para orangtua masih bersemangat, membujuk anak-anaknya bersabar.

Mengharapkan acara segera di mulai dan anaknya akan keluar sebagai pemenang. Sementara pihak penyelenggara mengusir panas dengan berkipas kertas. Banyak kasus yang mengenaskan menimpa diri anak akibat perilaku ambisi kelompok gold medal parents ini. Sebagai contoh pada tahun 70-an seorang gadis kecil pesenam usia tk rnengalami kelainan tulang akibat ambisi ayahnya yang guru olahraga. Atau kasus “bintang cilik” yoan tanamal yang mengalami tekanan hidup dari dunia glamour masa kanak-kanaknya.

Kemudian menjadikannya pengguna dan pengedar narkoba hingga menjadi penghuni penjara. Atau bintang cilik dunia heintje yang setelah dewasa hanya menjadi pasien dokter jiwa. Gold medal parent menimbulkan banyak bencana pada anak-anak mereka!

Pada tanggal 26 mei lalu kita sasikan di tv bagaimana bintang cilik “joshua” yang bintangnya mulai meredup dan mengkhawatirkan orangtuanya. Orangtua joshua berambisi untuk kembali menjadikan anaknya seorang bintang dengan kembali menggelar konser tunggal. Sebagian dari kita tentu masih ingat bagaimana lucu dan pintarnya. Joshua ketika berumur kurang 3 tahun. Dia muncul di tv sebagai anak ajaib karena dapat menghapal puluhan nama-nama kepala negara. Kemudian di usia balitanya dia menjadi penyanyi cilik terkenal. Kita kagum bagaimana seorang bapak yang tamatan smu dan bekerja di salon dapat membentuk dan menjadikan anaknya seorang “superkid ”-seorang penyanyi sekaligus seorang bintang film,….

Do-it yourself parents. Merupakan kelompok orangtua yang mengasuh anak-anaknya secara alami dan menyatu dengan semesta. Mereka sering menjadi pelayanan professional di bidang sosial dan kesehatan, sebagai pekerja sosial di sekolah, di tempat ibadah., di posyandu dan di perpustakaan. Kelompok ini menyekolahkan anak-anaknya di sekolah negeri yang tidak begitu mahal dan sesuai dengan keuangan mereka. Walaupun begitu kelompok ini juga bemimpi untuk menjadikan anak-anaknya “superkids..earlier is better”.

Dalam kehidupan sehari-hari anak-anak mereka diajak mencintai lingkungannya. Mereka juga mengajarkan merawat dan memelihara hewan atau tumbuhan yang mereka sukai. Kelompok ini merupakan kelompok penyayang binatang, dan mencintai lingkungan hidup yang bersih.

Outward bound parents— (ortu paranoid). Untuk orangtua kelompok ini mereka memprioritaskan pendidikan yang dapat memberi kenyamanan dan keselamatan kepada anak-anaknya. Tujuan mereka sederhana, agar anak-anak dapat bertahan di dunia yang penuh dengan permusuhan. Dunia di luar keluarga mereka dianggap penuh dengan marabahaya. Jika mereka menyekolahkan anak-anaknya maka mereka iebih memilih sekolah yang nyaman dan tidak melewati tempat-tempat tawuran yang berbahaya. Seperti halnya do it yourself parents, kelompok ini secara tak disengaja juga terkadang terpengaruh dan menerima konsep “superkids”. Mereka mengharapkan anak-anaknya menjadi anak-anak yang hebat agar dapat melindungi diri mereka dari berbagai macam marabahaya. Terkadang mereka melatih kecakapan melindungi diri dari bahaya, seperti memasukkan anak-anaknya “karate, yudo, pencak silat” sejak dini. Ketidakpatutan pemikiran kelompok ini dalam mendidik anak-anaknya adalah bahwa mereka terlalu berlebihan melihat marabahaya di luar rumah tangga mereka, mudah panik dan ketakutan melihat situasi yang selalu mereka pikir akan membawa dampak buruk kepada anak. Akibatnya anak-anak mereka menjadi “steril” dengan lingkungannya.

Prodigy parents –(ortu instant). Merupakan kelompok orangtua yang sukscs dalam karier namun tidak memiliki pendidikan yang cukup. Merceka cukup berada, narnun tidak berpendidikan yang baik. Mereka memandang kesuksesan mereka di dunia bisnis merupakan bakat scmata. Oleh karena itu mereka juga memandang sekolah dengan sebelah mata, hanya sebagai kekuatan yang akan menumpulkan kemampuan anak-anaknya. ‘tidak kalah mengejutkannya, mereka juga memandang anak-anaknya akan hebat dan sukses seperti mereka tanpa memikirkan pendidikan seperti apa yang cocok diberikan kepada anaknya. Oleh karena itu mereka sangat mudah terpengaruh kiat-kiat atau cara unik dalam mendidik anak tanpa bersekolah. Buku-buku instant dalam mendidik anak sangat mereka sukai. Misalnya buku tentang “kiat-kiat mengajarkan bayi membaca” karangan glenn doman, atau “kiat-kiat mengajarkan bayi matematika” karangan siegfried, “berikan anakmu pemikiran cemerlang” karangan therese engelmann, dan “kiat-kiat mengajarkan anak dapat membaca dalam waktu 6 hari ” karangan sidney ledson

Encounter group parents–(ortu ngerumpi). Merupakan kelompok orangtua yang memiliki dan menyenangi pergaulan. Mereka terkadang cukup berpendidikan, namun tidak cukup berada atau terkadang tidak memiliki pekerjaan tetap (luntang lantung). Terkadang mereka juga merupakan kelompok orangtua yang kurang bahagia dalam perkawinannya. Mereka menyukai dan sangat mementingkan nilai-nilai relationship dalam membina hubungan dengan orang lain. Sebagai akibatnya kelompok ini sering melakukan ketidakpatutan dalam mendidik anak-­anak dengan berbagai perilaku “gang ngrumpi” yang terkadang mengabaikan anak. Kelompok ini banyak membuang-buang waktu dalam kelompoknya sehingga mengabaikan fungsi mereka sebagai orangtua. Atau pun jika mereka memiliki aktivitas di kelompokya lebih berorientasi kepada kepentingan kelompok mereka. Kelompok ini sangat mudah terpengaruh dan latah untuk memilihkan pendidikan bagi anak-anaknya. Menjadikan anak-anak mereka sebagai “superkids” juga sangat diharapkan. Namun banyak dari anak-anak mereka biasanya kurang menampilkan minat dan prestasi yang diharapkan. Namun banyak dari anak-anak mereka biasanya kurang menampilkan minat dan prestasi yang diharapkan.

Milk and cookies parents-(ortu ideal). Kelompok ini merupakan kelompok orangtua yang memiliki masa kanak-kanak yang bahagia, yang memiliki kehidupan masa kecil yang sehat dan manis. Mereka cendcrung menjadi orangtua yang hangat dan menyayangi anak-anaknya dengan tulus. Mereka juga sangat peduli dan mengiringi tumbuh kembang anak-anak mereka dengan penuh dukungan. Kelompok ini tidak berpeluang menjadi oraugtua yang melakukan “miseducation” dalam merawat dan mengasuh anak-anaknva. Mereka memberikan lingkungan yang nyaman kepada anak-anaknya dengan penuh perhatian, dan tumpahan cinta kasih yang tulus sebagai orang tua.

Mereka memenuhi rumah tangga mercka dengan buku-buku, lukisan dan musik yang disukai oleh anak-anaknya. Mereka berdiskusi di ruang makan, bersahabat dan menciptakan lingkungan yang menstimulasi anak-anak mereka untuk tumbuh mekar segala potensi dirinya. Anak-anak mereka pun meninggalkan masa kanak-kanak dengan penuh kenangan indah yang menyebabkan. Kehangatan hidup berkeluarga menumbuhkan kekuatan rasa yang sehat pada anak untuk percaya diri dan antusias dalam kehidupan belajar. Kelompok ini merupakan kelompok orangtua yang menjalankan tugasnya dengan patut kepada anak-anak mereka. Mercka bcgitu yakin bahwa anak membutuhkan suatu proses dan waktu untuk dapat menemukan sendiri keistimewaan yang dimilikinya.

Dengan kata lain mereka percaya bahwa anak sendirilah yang akan menemukan sendiri kekuatan didirinya. Bagi mereka setiap anak adalah benar-benar scorang anak yang hebat dengan kekuatan potensi yang juga berbeda dan unik !

Perspektif sekolah yang mengkarbitkan anak

Kecenderungan sekolah untuk melakukan pengkarbitan kepada anak didiknya juga terlihat jelas. Hal ini terjadi ketika sekolah berorientasi kepada produk dari pada proses pembelajaran. Sekolah terlihat sebagai sebuah “industri” dengan tawaran-tawaran menarik yang mengabaikan kebutuhan anak. Ada program akselerasi, ada program kelas unggulan. Pekerjaan rumah yang menumpuk.

Tugas-tugas dalam bentuk hanya lembaran kerja. Kemudian guru-guru yang sibuk sebagai “operator kurikulum” dan tidak punya waktu mempersiapkan materi ajar karena rangkap tugas sebagai administrator sekolah sebagai guru kelas yang mengawasi dan mengajar terkadang lebih dari 40 anak, guru hanya dapat menjadi “pengabar isi buku pelajaran” ketimbang menjalankan fungsi edukatif dalam menfasilitasi pembelajaran. Di saat-saat tertentu sekolah akan menggunakan “mesin-mesin dalam menskor” capaian prestasi yang diperoleh anak setelah diberikan ujian berupa potongan-potongan mata pelajaran. Anak didik menjadi dimiskinkan dalam menjalani pendidikan di sckolah. Pikiran mereka diforsir untuk menghapalkan atau melakukan tugas-tugas yang tidak mereka butuhkan sebagai anak. Manfaat apa yang mereka peroleh jika guru menyita anak membuat bagan organisasi sebuah birokrasi? Manfaat apa yang dirasakan anak jika mereka diminta membuat pr yang menuliskan susunan kabinet yang ada di pemerintahan? Manfaat apa yang dimiliki anak jika ia disuruh menghapal kalimat-kalimat yang ada di dalam buku pelajaran ? Tumpulnya rasa dalam mencerna apa yang dipikirkan oleh otak dengan apa yang direfleksikan dalam sanubari dan perilaku-pcrilaku keseharian mereka sebagai anak menjadi semakin senjang. Anak-anak tahu banyak tentang pengetahuan yang dilatihkan melalui berbagai mata pelajaran yang ada dalam kurikulum persekolahan, namun mereka bingung mengimplementasikan dalam kehidupan nyata. Sepanjang hari mereka bersekolah di sekolah untuk sekolah— dengan tugas-tugas dan pr yang menumpuk…. Namun sekolah tidak mengerti bahwa anak sebenarnya butuh bersekolah untuk menyongsong kehidupannya !

Lihatlah, mereka semua belajar dengan cara yang sama. Membangun 90 % kognitif dengan 10 % afektif. Paulo freire mengatakan bahwa sekolah telah melakukan “pedagogy of the oppressed” terhadap anak-anak didiknya. Dimana guru mengajar anak diajar, guru mengerti semuanya dan anak tidak tahu apa-apa, guru berpikir dan anak dipikirkan, guru berbicara dan anak mendengarkan, guru mendisiplin dan anak didisiplin, guru memilih dan mendesakkan pilihannya dan anak hanya mengikuti, guru bertindak dan anak hanya membayangkan bertindak lewat cerita guru, guru memilih isi program dan anak menjalaninya begitu saja, guru adalah subjek dan anak adalah objek dari proses pembelajaran (freire, 1993). Model pembelajaran banking system ini dikritik habis-habisan sebagai masalah kemanusiaan terbesar. Belum lagi persaingan antar sekolah. Dan persaingan ranking wilayah….

Mengkompetensi anak— merupakan ‘ketidakpatutan pendidikan ?”

”anak adalah anugrah tuhan… sebagai hadiah kepada semesta alam, tetapi citra anak dibentuk oleh sentuhan tangan-tangan manusia dewasa yang bertanggungjawab. .. “(nature versus nurture).

Bagaimana ?

Karena ada dua pengertian kompetensi : kompetensi yang datang dari kebutuhan di luar diri anak (direkayasa oleh orang dewasa) atau kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dari dalam diri anak sendiri

Sebagai contoh adalah konsep kompetensi yang dikemukakan oleh john watson (psikolog) pada tahun 1920 yang mengatakan bahwa bayi dapat ditempa menjadi apapun sesuai kehendak kita-â­sebagai komponen sentral dari konsep kompetensi. Jika bayi-bayi mampu jadi pebelajar, maka mereka juga dapat dibentuk melalui pembelajaran dini.

Kata-kata watson yang sangat terkenal adalah sebagai berikut :

” give me a dozen healthy infants, well formed and my own special world to bring them up in, and i’ll guarantee you to take any one at random and train him to become any type of specialist i might select-doctor, lawyer, artist, merchantchief and yes, even beggar and thief regardless of this talents, penchants.,; , tendencies, vocations, and race of his ancestors “.

Pemikiran watson membuat banyak orang tua melahirkan “intervensi
dini” setelah mereka melakukan serangkaian tes inteligensi kepada anak-anaknya. Ada sebuah kasus kontroversi yang terjadi di institut new jersey pada tahun 1976. Dimana guru-guru melakukan serangkaian program tes untuk mengukur “kecakapan dasar minimum (minimum basic skill) “dalam mata pelajaran membaca dan matematika. Hasil dari pelaksanaan program ini dilaporkan kolomnis pendidikan fred hechinger kepada new york times sebagai berikut :

The improvement in those areas were not the result of any magic program or any singular teaching strategy, they were… simply proof that accountability is crucial and that, in the past five years, it has paid off in new yersey”.

Juga belajar dari biografi tiga orang tokoh legendaris dunia seperti eleanor roosevelt, albert einstein dan thomas edison, yang diilustrasikan sebagai anak-anak yang bodoh dan mengalami keterlambatan dalam akademik ketika mereka bersekolah di sd kelas rendah. Semestinya kita dapat menyimpulkan bahwa pendidikan dini sangat berbahaya jika dibuatkan kompetensi-â perolehan pengetahuan hanya secara kognitif. Ulah karena hingga hari ini sekolah belum mampu menjawab dan dapat menampilkan kompetensi emosi sosial anak dalam proses pembelajaran. Pendidikan anak seutuhnya yang terkait dengan berbagai aspek seperti emosi, sosial, kognitif pisik, dan moral belum dapat dikemas dalam pembelajaran di sekolah secara terintegrasi. Sementara pendidikan sejati adalah pendidikan yang mampu melibatkan berbagai aspek yang dimiliki anak sebagai kompetensi yang beragam dan unik untuk dibelajarkan. Bukan anak dibelajarkan untuk di tes dan di skor saja !. Pendidikan sejati bukanlah paket-paket atau kemasan pembelajaran yang berkeping-keping, tetapi bagaimana secara spontan anak dapat terus menerus merawat minat dan keingintahuan untuk belajar. Anak mengenali tumbuh kembang yang terjadi secara berkelangsungan dalam kehidupannya. Perilaku keingintahuan -”curiosity” inilah yang banyak tercabut dalam sistem persekolahan kita.

Akademik bukanlah keutuhan dari sebuah pendidikan ! “empty sacks will never stand upright”—george eliot

Pendidikan anak seutuhnya tentu saja bukan hanya mengasah kognitif melalui kecakapan akademik semata! Sebuah pendidikan yang utuh akan membangun secara bersamaan, pikiran, hati, pisik, dan jiwa yang dimiliki anak didiknya. Membelajarkan secara serempak pikiran, hati. Dan pisik anak akan menumbuhkan semangat belajar sepanjang hidup mereka. Di sinilah dibutuhkannya peranan guru sebagai pendidik akademik dan pendidik sanubari “karakter”. Dimana mereka mendidik anak menjadi “good and smart “-terang hati dan pikiran

Sebuah pendidikan yang baik akan melahirkan “how learn to learn” pada anak didik mereka. Guru-guru yang bersemangat memberi keyakinan kepada anak didiknya bahwa mereka akan memperoleh kecakapan berpikir tinggi, dengan berpikir kritis, dan cakap memecahkan masalah hidup yang mereka hadapi sebagai bagian dari proses mental. Pengetahuan yang terbina dengan baik melibatkan aspek kognitif dan emosi, akan melahirkan berbagai kreativitas

Thomas edison mengatakan bahwa “genius is 1 percent inspiration and 99 percent perspiration “. Semangat belajar —”encourige’ -

Tidak dapat muncul tiba-tiba di diri anak. Perlu proses yang melibatkan hati—kesukaan dan kecintaan— belajar_ sementara di sekolah banyak anak patah hati karena gurunya yang tidak mencintai mereka sebagai anak.

Selanjutnya misi sekolah lainnya yang paling fundamental adalah mengalirkan “moral litermy” melalui pendidikan karakter. Kita harus ingat bahwa kecerdasan saja tidak cukup. Kecerdasan plus karakter inilah tujuan sejati sebuah pendidikan (martin luther king, jr). Lnilah keharmonisan dari pendidikan, bagaimana menyeimbangkan fungsi otak kiri dan kanan, antara kecerdasan hati dan pikiran, antara pengetahuan yang berguna dengan perbuatan yang baik ….

Penutup

Mengembalikan pendidikan pada hakikatnya untuk menjadikan manusia yang terang hati dan terang pikiran— “good and smart”— merupakan tugas kita bersama. Melakukan reformasi dalam pendidikan merupakan kerja keras yang mesti dilakukan secara serempak, antara sekolah dan masyarakat, khususnya antara guru dan orangtua. Pendidikan yang ada sekarang ini banyak yang tidak berorientasi kepada kebutuhan anak sehingga tidak dapat memekarkan segala potensi yang dimiliki anak. Atau pun jika ada yang terjadi adalah ketidakseimbangan yang cenderung memekarkan aspek kognitif dan mengabaikan faktor emosi.

Begitu juga orangtua. Mereka berkecenderungan melakukan training dini kepada anak. Mereka ingin anak-anak mereka menjadi “superkids”. Inilah fenomena yang sedang trend akhir-akhir ini.

Inilah juga awal dari lahirnya era anak-anak karbitan ! Lihatlah nanti…ketika anak-anak karbitan itu menjadi dewasa, maka mereka akan menjadi orang dewasa yang ke kanak-kanakan.

Ditulis oleh dewi utama faizah*)

*) dewi utama faizah, bekerja di direktorat pendidikan tk dan sd ditjen dikdasmen, depdiknas, program director untuk institut pengembangan pendidikan karakter divisi dari indonesia heritage foundation..

Sumber : ali nurdin dikutip dari email harry. S